Pendidikan adalah
pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang
yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, atau penelitian. Pendidikan
sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara
otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek
formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap
pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah
dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
Sebuah hak atas
pendidikan telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13
PBB 1966 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui
hak setiap orang atas pendidikan.[2] Meskipun pendidikan adalah wajib di
sebagian besar tempat sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di
sekolah sering tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih untuk
pendidikan home-schooling, e-learning atau yang serupa untuk anak-anak mereka.
Filosofi pendidikan
Pendidikan biasanya
berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur
hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang
dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik
dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi
mereka sebelum kelahiran.
Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada
pendidikan formal.
Seperti kata Mark Twain,
"Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."
Fungsi pendidikan
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang
nyata (manifes) berikut:
·
Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
·
Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan
masyarakat.
·
Melestarikan kebudayaan.
·
Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
Fungsi lain dari
lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.
· Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua
melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
· Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk
menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya
perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya
pendidikan seks dan sikap terbuka.
· Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat
mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise,
privilese,
dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran
mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai
dengan status orang tuanya.
· Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa
dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang
tuanya.
Menurut David
Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:
·
Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
·
Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
·
Menjamin integrasi sosial.
·
Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
·
Sumber inovasi sosial.
Faktor Ekonomi
Telah
dikemukakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi sangat penting bagi
negara-negara untuk dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.[3] Analisis empiris cenderung mendukung
prediksi teoritis bahwa negara-negara miskin harus tumbuh lebih cepat dari
negara-negara kaya karena mereka dapat mengadopsi teknologi yang sudah dicoba
dan diuji oleh negara-negara kaya. Namun, transfer teknologi memerlukan manajer
berpengetahuan dan insinyur yang mampu mengoperasikan mesin-mesin baru atau
praktek produksi yang dipinjam dari pemimpin dalam rangka untuk menutup
kesenjangan melalui peniruan. Oleh karena itu, kemampuan suatu negara untuk
belajar dari pemimpin adalah fungsi dari efek "human capital". Studi
terbaru dari faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi agregat telah menekankan
pentingnya lembaga ekonomi fundamental dan peran keterampilan kognitif.
Pada tingkat
individu, ada banyak literatur, umumnya terkait dengan karya Jacob Mincer,[6] tentang bagaimana laba berkaitan
dengan pendidikan dan modal manusia lainnya. Karya ini telah memotivasi
sejumlah besar studi, tetapi juga kontroversial. Kontroversi utama berkisar
bagaimana menafsirkan dampak sekolah.[7][8] Beberapa siswa yang telah
menunjukkan potensi yang tinggi untuk belajar, dengan menguji dengan
intelligence quotient yang tinggi, mungkin tidak mencapai potensi penuh
akademis mereka, karena kesulitan keuangan.[reason-actually
some students at the low end get better treatment than those in the middle with
grants, etc. needs RS]
Ekonom Samuel Bowles
dan Herbert Gintis berpendapat pada tahun 1976 bahwa ada konflik mendasar dalam
pendidikan Amerika antara tujuan egaliter partisipasi demokratis dan
ketidaksetaraan tersirat oleh profitabilitas terus dari produksi kapitalis di
sisi lain.