Gunung Kelud
(sering disalahtuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu"
dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet,
atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang masih aktif. Gunung ini berada di
perbatasan antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang , kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota Kediri.
Gunung api ini
termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif.
Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia
terhadap lempeng Eurasia. Sejak
tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak
waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang
berbahaya bagi manusia.
Kekhasan gunung api
ini adalah adanya danau kawah (hingga akhir tahun 2007) yang
membuat lahar letusan sangat cair dan membahayakan penduduk
sekitarnya. Akibat aktivitas tahun 2007 yang memunculkan kubah lava,
danau kawah nyaris sirna dan tersisa semacam kubangan air.
Puncak-puncak yang
ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan
bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga
kompleks kawah membuka ke arah itu. Puncak Kelud adalah yang tertinggi,
berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak
Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.
Catatan
aktivitas Gunung Kelud
Gunung Kelud 1901
Gunung Kelud 1919
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari
15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586
merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa.[1] Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah
dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah
letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar
dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20,
Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901,
1919 (1 Mei[2]), 1951, 1966, dan 1990. Pola ini membawa para ahli
gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21,
gunung ini erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi ini
terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.
Letusan
1919
Letusan ini termasuk
yang paling mematikan karena menelan korban 5.160 jiwa , merusak sampai 15.000
ha lahan produktif karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali Badak
telah dibangun bendung penahan lahar pada tahun 1905[3]. Selain itu Hugo Cool pada tahun 1907 juga
ditugaskan melakukan penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah
bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik[4].
Karena letusan inilah
kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau kawah, dan
selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan. Pada
masa setelah kemerdekaan dibangun terowongan baru setelah letusan tahun 1966,
45 meter di bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu
diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume
danau kawah agar tetap 2,5 juta meter kubik[3].
Letusan
1990
Letusan 1990
berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada
letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik.
Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai
yang berhulu di gunung itu.
Letusan ini sempat
menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru
selesai pada thaun 1994.
Letusan
2007
Aktivitas gunung ini
meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November
tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan
warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas"
(tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang
berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000
jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan
tidak terjadi.
Setelah sempat agak
mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan
peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada
tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat
Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius,
sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan
amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi,
namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas
tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap
tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava
dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus
"tumbuh" hingga berukuran selebar 100 m. Para ahli menganggap kubah
lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi.
Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun
1990.
Sejak peristiwa
tersebut aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada tanggal 8
November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi "siaga" (tingkat
3).
Danau kawah Gunung
Kelud praktis "hilang" karena kemunculan kubah lava yang besar. Yang
tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi
selatan kubah lava.
Letusan
2014

Hujan debu di Yogyakarta
Peningkatan aktivitas
Gunung Kelud mulai terjadi di akhir tahun 2013 [5]. Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan
statusnya menjadi Siaga dan kemudian Awas pada 13 Februari 2014 pukul 21.15 WIB
[6]. Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 (pada
tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa aliran magma) diprediksikan akan
terjadi setelah hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah
Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang
terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Wates
dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10
kilometer dari kubah lava menurut rekomendasi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi,
dan Bencana Geologi (PVMBG).[7] Gemuruh aktivitas gunung juga sesekali terdengar
hingga wilayah Kabupaten Jombang. Dampak berupa abu vulkanik pada tanggal 14
Februari 2014 dini hari dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Di
daerah Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara kendaraan bermotor
atau mobil hanya sekitar 3-5 Meter karena turunnya abu vulkanik dari letusan
Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan bermotor yang berjalan sangat
pelan-pelan . Di sisi lain banyak pengguna kendaraan atau warga di sekitar Kota
Madiun yang terganggu akibat Erupsi tersebut.
Letusan 2014 telah
dideteksi oleh PVMBG dan ditanggapi dengan peningkatan status menjadi Waspada
(level II). Pada tanggal 10 Februari status meningkat menjadi Siaga (Level
III), dan persiapan-persiapan mengenai kebencanaan telah mulai dilakukan.
Kawasan seputar 5 km dari titik puncak kawah telah disterilkan dari kegiatan
manusia. Pada tanggal 13 Februari pukul 21 diumumkan status bahaya tertinggi,
Awas (Level IV), sehingga radius 10 km dari puncak harus dikosongkan dari
manusia. Belum sempat pengungsian dilakukan, pada pukul 22.50 telah terjadi
letusan tipe ledakan (eksplosif).
Suara ledakan
dilaporkan terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta (200 km), bahkan
Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.
Obyek
wisata Gunung Kelud

Gunung Kelud 2012. Kubah lava 2007 tampak di tengah,
dengan latar belakang Puncak Kelud. Di sebelah kiri adalah bagian dari Puncak
Gajahmungkur.
Menuju kawasan puncak
Gunung Kelud sejak tahun 2004 hubungan jalan darat telah diperbaiki untuk
mempermudah para wisatawan serta penduduk. Gunung Kelud telah menjadi obyek
wisata Kabupaten Kediri dengan
atraksi utama adalah kubah lava. Di puncak Gajahmungkur dibangun gardu pandang
dengan tangga terbuat dari semen. Pada malam akhir pekan, kubah lava
diberi penerangan lampu berwarna-warni[8]. Selain itu, telah disediakan pula jalur panjat tebing di puncak Sumbing, pemandian air panas, serta flying fox.
Tindakan Kabupaten
Kediri membangun kawasan wisata ini mendapat protes dari Kabupaten Blitar, yang menganggap wilayah puncak Kelud
merupakan wilayahnya[9]. Sengketa wilayah ini terutama meruncing setelah
turunnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/113/KPTS/013/2012 yang
menyatakan bahwa kawasan puncak Kelud merupakan wilayah Kabupaten Kediri.
SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Kelud